Pendidikan tinggi hukum dibanyak yurisdiksi telah lama percaya bahwa pendidikan hukum klinis merupakan bagian penting dari sistem pendidikan hukum. Pendekatan demikian utamanya diterapkan dalam sistem hukum negaranegara yang memungkinkan diberikannya bantuan hukum (legal aid) kepada masyarakat, umumnya untuk mereka yang berpenghasilan rendah, atau yang memiliki keterbatasan dalam mengakses hak-hak hukum dalam sistem peradilan. Pendekatan klasik tersebut masih diperlukan dalam konteks sistem hukum yang konservatif dan stagnan, yang kita alami semasa berkuasanya Orde Lama dan Orde Baru. Kita mengenal lembaga-lembaga konsultasi dan bantuan hukum (LKBH) yang dibentuk sejumlah fakultas hukum kampus-kampus besar, yang menjadi laboratorium bagi mahasiswa hukum dalam menempuh mata kuliah “praktik hukum” atau sebagai bagian dari usaha perguruan tinggi melibatkan mahasiswanya melaksanakan pengabdian masyarakat sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dasar filosofis program pendidikan hukum klinis diacu oleh kenyataan bahwa pendidikan tinggi hukum sebagai program studi, bukan semata merupakan program yang bersifat akademis, tetapi karena sebagian lulusannya melakukan pekerjaan sebagai profesi hukum, maka ada kesan yang cukup kental bahwa sarjana hukum yang baru lulus sudah harus punya cukup pemahaman tentang lingkup kerja, tanggung jawab dan etika profesi hukum bilamana mereka nanti berpraktik sebagai advokat atau pengacara, atau bahkan sebagai penasehat hukum di lembaga negara, pemerintahan, organisasi kemasyarakatan maupun sektor swasta. Untuk mereka 9 yang kemudian memilih pekerjaan sebagai jaksa penuntut umum atau hakim, tersedia sistem pendidikan hukum khusus yang diselenggarakan oleh masingmasing instansi tersebut.
Dalam sistem pendidikan hukum klinis yang tradisional, mahasiswa diperkenalkan dengan dasar teoritis hukum acara perdata dan pidana, hak-hak tersangka dan terdakwa dalam perkara pidana serta para pihak dalam perkara perdata, hak-hak buruh dalam sengketa perburuhan, dan penyelesaian perkaraperkara sederhana seperti hubungan hutang piutang, sengketa tanah, dan sengketa hukum keluarga, baik untuk penyelesaian (termasuk konsultasi) perkara di dalam dan diluar pengadilan, membuat dokumen dalam rangka penyelesaian perkara, dan hadir dalam sidang-sidang menjadi asisten advokat yang biasanya diperankan oleh dosen yang juga advokat, atau advokat independen yang ditunjuk oleh kampus terkait. Pendidikan hukum klinis oleh sejumlah Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) memberi wawasan baru kepada mahasiswa. Pada saat yang sama, lahir juga gerakan bantuan hukum yang digerakkan oleh organisasi advokat, termasuk yang dilakukan secara fenomenal oleh Lembaga Bantuan (LBH) Jakarta, dan kemudian dikembangkan secara nasional oleh LBH sendiri maupun oleh sejumlah organisasi masyarakat lainnya. Aktivitas LKBH kemudian agak meredup, karena jasa probono yang diberikan oleh lembaga-lembaga bantuan hukum di luar kampus tersebut ternyata lebih berwarna, fundamental, profesional dan memberikan solusi atas masalah-masalah hukum yang nyata dan menarik, sementara LKBH karena merupakan bagian dari sistem pendidikan tinggi hukum dianggap tidak lagi menarik, miskin variasi, dan tidak memberi bekal pengetahuan yang aktual kepada mahasiswa hukum.
Melompat ke depan, Indonesia telah melalui beberapa perubahan, baik yang terkait dengan keberhasilan beberapa tahapan reformasi dalam membangun struktur dan sistem integritas nasional, maupun dalam praktik demokrasi setelah tiga puluh tahun lebih dalam genggaman kekuasaan yang sering sekali represif. Kalau dulu sasaran utama pendidikan hukum klinis lebih terfokus kepada menyiapkan lulusan hukum yang lebih siap dalam praktik hukum praktis, baik sebagai advokat, pengacara maupun konsultan hukum, maka setelah reformasi berjalan, fokus beralih kepada pemberian masukan substansi dalam pembentukan kebijakan publik, advokasi kebijakan publik, dan pemberian solusi atas masalahmasalah yang baru berkembang. Pendidikan hukum klinis perlu diimbangi oleh perubahan kurikulum dalam konteks Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), sistem kolaborasi dengan pihak-pihak terkait (peradilan, lembaga negara, birokrasi, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi, dan kantor-kantor hukum) demi memberikan kekayaan materi dan wawasan. Mahasiswa hukum juga harus dilibatkan dalam program-program perumusan kebijakan publik, advokasi kebijakan publik, riset dan solusi atas masalah-masalah hukum yang menyangkut kepentingan publik dari sudut pandang negara, pemerintah, publik dan individu anggota masyarakat yang terdampak, korporasi dan tentunya rasa keadilan masyarakat. Kalau sebelumnya permasalahan yang dijadikan fokus pendidikan 10 Modul Pendidikan Hukum Klinis dan Pembelaan Kelompok Rentan hukum klinis lebih kepada pemberian solusi atas masalah pidana dan perdata yang menyangkut utamanya kepentingan masyarakat golongan tidak mampu dan sedikit banyak pengetahuan tentang etika profesi, maka pendidikan hukum klinis kini dan mendatang harus diarahkan kepada keterlibatan mahasiswa dalam riset dan proses pengambilan keputusan kebijakan publik serta penyelesaian masalahmasalah kekinian dalam proses mediasi, rekonsiliasi, dan pencarian tiitik temu dari pihak-pihak yang berselisih, serta kalau diperlukan pelibatan dalam proses hukum di pengadilan yang terkait dengan masalah keberagaman, SARA, toleransi beragama, persamaan gender, pencemaran dan perlindungan lingkungan, perubahan iklim, perlindungan hak asasi manusia (HAM), pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang fair langsung bersih dan jujur, tata kelola publik dan korporasi, akses kepada keadilan dan bantuan keuangan, hak-hak masyarakat adat, proses restorative justice, hak-hak pengusaha usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), kelayakan pelayanan publik termasuk penyediaan infrastuktur yang terjangkau, kekerasan seksual, perlindungan data pribadi dan semua masalah terkini yang kita hadapi sehari-hari. Hal ini tentunya mengandung konsekuensi harus dibangunnya kurikulum baru, infrastruktur, sistem IT yang handal, pengawasan internal, kerja sama kolaboratif, dan pelatihan tenaga dosen dan pihak ketiga yang dilibatkan dalam proses pembaruan sistem pendidikan hukum klinis. Setelah itu semua terbangun, diharapkan mahasiswa yang lulus dari fakultas hukum akan lebih sensitif dan terkoneksi dengan persoalan yang dihadapi masyarakat yang berubah, dan mampu beradaptasi lebih cepat dan lebih bermakna dengan persoalan dunia (kerja) yang nyata.
Pelatihan yang diberikan oleh STHI Jentera dengan bantuan dari The Asia Foundation kepada sejumlah tenaga dosen dari berbagai kampus hukum di Indonesia, sebagai bagian dari uji coba modul, merupakan langkah awal pembaruan sistem pendidikan hukum klinis yang harus diberi apresiasi. Pelatihan ini menuntut pelatihan lanjutan yang lebih terfokus dan substantif, baik penyiapan wawasan tenaga dosen dan pihak ketiga yang terkait, maupun pemutakhiran pendekatan yang komprehensif atas masalah-masalah terkini yang membutuhkan solusi yang mungkin akan sangat berbeda dengan sistem dan proses di masa lalu.
Saya ucapkan selamat untuk penerbitan Modul Pendidikan Hukum Klinis dan Pembelaan Empat Kelompok Rentan, semoga modul ini dapat menjadi acuan untuk langkah-langkah baik kedepan dalam rangka pembaruan pendidikan hukum klinis di tanah air.
Unduh File:
Modul Pendidikan Hukum Klinis Jentera