preloader

Pajak, Kepatuhan, dan Pemberontakan

Samin Surosentiko, pada akhir abad ke-19 di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menggerakkan masyarakat untuk tidak membayar pajak dan menolak bentuk-bentuk paksaan lainnya dari pemerintah kolonial Belanda. Bagi gerakan ini, soalnya adalah keadilan dan kesetaraan.  Masyarakat Minang juga mengenal Perang Kamang pada 1908, yang bermula dari penolakan penerapan pajak perseorangan pada masyarakat Minang pada 1888.

Kedua saga Tanah Air itu menggambarkan kisah penundukan dan upaya menolak tunduk.

Pajak tidak hanya bisa dilihat dalam aspek keuangan, tetapi juga penanda legitimasi kekuasaan sekaligus pembatasan atas otoritas negara (Smith, 2020). Yang memajaki mengasumsikan otoritas untuk menarik uang, tetapi ada landasan moral yang tak boleh dihilangkan sehingga otoritas itu tak lenyap, yaitu tugasnya untuk membuat hidup bersama menjadi adil, aman, dan sejahtera.

ajak harus digunakan semata-mata untuk membuat kenyamanan dalam hidup bersama sebagai sebuah komunitas. Penyelenggara negara yang gagal menjalankan amanat ini sudah berkurang legitimasi moralnya, meski ia punya legitimasi elektoral. Dalam sistem pemerintahan parlementer, bahkan legitimasi elektoral juga bisa runtuh begitu legitimasi moralnya jatuh.

Para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia membuat barisan pengaman sambil membawa poster saat menggelar aksi menolak kenaikan Pajak Pendapatan Negara di sekitar kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Jumat (27/12/2024). Gelombang aksi menolak rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen terus digelar. Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini dianggap membebani rakyat Indonesia. Para mahasiswa menilai pemerintah semakin tidak memihak kepada rakyat yang dibebani pajak berlebih. Selain itu, alokasi pajak yang hanya untuk kepentingan anggarwn pemerintah. Kenaikan PPN hingga 12 persen juga dipandang akan berdampak pada pelemahan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah kebawah. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 27-12-2024

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia membuat barisan pengaman sambil membawa poster saat menggelar aksi menolak kenaikan Pajak Pendapatan Negara di sekitar kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Jumat (27/12/2024). Gelombang aksi menolak rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen terus digelar.

Dalam negara kesejahteraan yang sudah lebih baik, seperti di Jerman dan Denmark, uang pajak dikelola untuk pendidikan dan layanan kesehatan gratis dan berkualitas, serta fasilitas publik yang membahagiakan warganya. Tentu saja, pemerintahnya bukan tanpa kritik, tapi setidaknya secara umum ada legitimasi yang cukup kuat karena warga melihat bahwa pajak yang mereka bayar berdampak pada hidup mereka secara langsung. Mulai dari kota yang bersih karena ada sistem pengelolaan sampah, sampai adanya sistem jaminan sosial yang berupaya menjaga jangan sampai ada orang yang mati kelaparan dan bergizi buruk.

Para ekonom lebih pas untuk merincikan aspek-aspek teknisnya, tetapi catatan ini hendak mendiskusikan relasi politik kontraktual, baik dalam cara pandang libertarian maupun keadilan sosial. Sederhananya, warga membayar pajak agar penyelenggara negara bisa memastikan kehidupan para pembayar pajak itu dikelola dengan ”uang bersama” tersebut. Ada relasi hak dan kewajiban yang bersifat material dalam negara.

Pemerintah dan DPR bertanggung jawab untuk memastikan pajak tak hanya menambah beban rakyat dan dikorupsi.

Catatannya, pengelolaan pajak yang baik mensyaratkan sistem pemerintahan yang bersih dan transparan, serta mekanisme perpajakan yang akuntabel, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Dengan mekanisme yang sangat sulit diakali, pemerintah Jerman, misalnya, menerapkan pajak penghasilan progresif dan pajak pertambahan nilai dengan pengecualian yang jelas. Artinya, yang kaya akan membayar pajak besar, sedangkan yang miskin terlindungi karena mendapat kesejahteraan minimum yang diredistribusi dari pajak si kaya.

Pancasila sebenarnya meletakkan landasan yang sangat kuat untuk model negara kesejahteraan semacam itu. Kata-kata kemanusiaan dan keadilan sosial, disokong kuat oleh pernyataan dalam pembukaan UUD mengenai salah satu tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum.

Salah satu poster protes yang dibawa para mahasiswa dari gabungan BEM Seluruh Indonesia saat menggelar aksi penolakan kenaikan Pajak Pendapatan Negara di sekitar kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Jumat (27/12/2024). Gelombang aksi menolak rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen terus digelar. Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini dianggap membebani rakyat Indonesia. Para mahasiswa menilai pemerintah semakin tidak memihak kepada rakyat yang dibebani pajak berlebih. Selain itu, alokasi pajak yang hanya untuk kepentingan anggarwn pemerintah. Kenaikan PPN hingga 12 persen juga dipandang akan berdampak pada pelemahan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah kebawah. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 27-12-2024

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Salah satu poster protes yang dibawa para mahasiswa dari gabungan BEM Seluruh Indonesia saat menggelar aksi penolakan kenaikan Pajak Pendapatan Negara di sekitar kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Jumat (27/12/2024).

Apa lacur, asas dan tujuan ini disimpangi oleh elite politik yang berperilaku korupsi, kolusi, dan nepotis. Pajak penghasilan dikenakan sama antara yang kaya dan miskin, bahkan yang kaya difasilitasi secara resmi untuk mendapat keringanan pajak. Kelompok berduit juga cenderung mudah mengakali sistem dengan ’orang dalam’ untuk mengemplang pajak, seperti yang ditunjukkan dalam kasus yang melibatkan pegawai pajak belakangan ini.

Pancasila dan UUD 1945 adalah dasar terbaik bagi warga saat menuntut kebutuhan dasarnya, seperti kesehatan, lingkungan yang sehat, pendidikan. Apalagi jika ternyata sebagian uang negara ini justru ditilap koruptor dan mereka diberi ampunan atau sanksi minimal.

Maka, di tengah gempuran kekacauan penyelenggaraan negara dan impitan ekonomi yang dialami oleh warga kebanyakan, amat wajar bila ada tuntutan untuk mengkaji ulang pengaturan Pajak Pertambahan Nilai dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Elite politik tak perlu sibuk mencari kambing hitam pengusul undang-undang.

Jangan lupa, relasi kontraktual pajak ditegaskan dalam Pasal 23A UUD 1945: ”Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Maknanya, pemerintah dan DPR bertanggung jawab untuk memastikan pajak tak hanya menambah beban rakyat dan dikorupsi. Dan yang pasti, kesejahteraan yang setara harus dipenuhi. Bila tidak, pajak hanya seperti perampokan legal.

 

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/pajak-kepatuhan-dan-pemberontakan?utm_medium=shared&utm_medium=login_paywall&utm_campaign=tpd_-_ios_traffic&utm_campaign=login&utm_campaign=tpd_-_ios_traffic&utm_source=link?status=sukses_login&utm_source=kompasid&utm_source=link&utm_content=https://www.kompas.id/artikel/pajak-kepatuhan-dan-pemberontakan?utm_medium=shared

Tanggal: 2 Januari 2025

Dipublikasikan oleh:

Bivitri Susanti

Bivitri Susanti merupakan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Ia pernah menjadi menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government pada 2013-2014, visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance pada 2016, dan visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018.