Salah satu indikator ketertarikan investor terhadap suatu negara adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal itu sejalan dengan visi Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk menciptakan SDM Indonesia yang unggul, yang salah satu prasyarat utama untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan berkualitas. Faktanya, belum semua masyarakat Indonesia telah memperoleh akses terhadap pendidikan. The United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengatakan, banyak anak Indonesia kehilangan kesempatan belajar karena mereka yang hidup di pedesaan atau daerah-daerah terpencil di Indonesia tidak dapat menjangkau layanan pendidikan sejak usia dini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hal yang sama. Pada 2019, Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang perguruan tinggi hanya 30,28%, lebih rendah dari target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar 36,70%. Begitu pula APK untuk jenjang sekolah dasar dan menengah, semuanya masih tidak sesuai dengan target yang dicanangkan pemerintah. APK sendiri menggambarkan perbandingan penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap kesesuaian usia sekolah. Semakin mendekati angka 100%, semakin sesuai perbandingannya.
Untuk memenuhi ambisi peningkatan kualitas SDM tersebut, Presiden Jokowi berkomitmen menjaga alokasi anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi, yakni sebesar 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tak hanya itu, pemerintah pun memasukkan sejumlah ketentuan terkait sektor pendidikan ke dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Langkah itu menunjukkan strategi pemerintah mengatur sektor pendidikan untuk mendukung percepatan investasi.
Dalam draf RUU Cipta Kerja yang diajukan pemerintah pada Februari 2020, terdapat satu bagian tersendiri yang mengubah lima Undang-Undang terkait pendidikan, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan. Sejumlah kalangan menilai, berbagai perubahan itu berpotensi mengubah cara pandang negara dalam mengelola sektor pendidikan, salah satunya membuka peluang penyelenggaraan pendidikan tanpa prinsip nirlaba.
Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya tidak dilakukan karena DPR dan pemerintah, pada akhir September 2020, sepakat untuk mengeluarkan materi tentang pendidikan dari draf RUU Cipta Kerja. Namun, setelah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, materi terkait sektor pendidikan ternyata masih ditemukan dalam Pasal 65 pada Paragraf 12. Pasal itu memungkinkan perizinan pada sektor pendidikan dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha, dan pengaturan lebih lanjut atas ketentuan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Dengan adanya ketentuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan masuk ke dalam rezim perizinan berusaha bersama sektor-sektor lain, seperti kelautan dan perikanan, kehutanan, energi, transportasi, dan pariwisata. Sejumlah kritik menduga pasal tersebut akan membawa sektor pendidikan Indonesia ke arah komersialisasi.
Unduh Dokumen:
YSHK_2020-12-03_Buku-Cipta-Kerja-Pendidikan
Policy-Advocacy-Paper-on-Law-No.-11-year-2020-on-Job-Creation-in-the-Education-Sector-1