Sudirman, begitulah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2014—Juli 2016 ini biasa dipanggil. Ia menjadi narasumber di STH Indonesia Jentera yang bertajuk “Mematangkan Demokrasi: Reformasi Institusional vs Kekuatan Personal”. Dalam kuliah umum itu, ia memberikan catatan terkait demokrasi dari pengalamannya. Kuliah itu diawali dengan cerita perjalanan kariernya hingga menjabat sebagai Menteri ESDM.
Jabatan politis yang kerap mendapat tawaran korupsi menunjukkan bahwa ada anggaran yang dikeluarkan untuk pejabat politis. Itulah yang menurutnya mengikis demokrasi. Selain persoalan korupsi, ada dua hal lain yang menjadi ujian demokrasi, yaitu konflik sosial serta kesenjangan dan pemerataan. Menurut Sudirman Said, sebagai praktisi, di mana saja tempatnya, banyak keputusan bergantung dengan keadaan politik.
Untuk mendukung argumentasinya dalam kuliah umum yang diselenggarakan pada Rabu, 30 November 2016, Sudirman menampilkan beberapa fakta. Misalnya, beberapa pemimpin daerah terbukti melakukan reformasi yang bahkan bukan berasal dari partai politik awalnya. Itu bisa terjadi karena idealisme mereka. Kemudian, ia juga menampilkan data Kompas yang menunjukkan rata-rata absensi anggota DPR dalam Rapat Paripurna. Ada juga produktivitas legislasi, usia ketua umum partai, dan peta pemimpin terjerat korupsi 5 tahun terakhir.
Sudirman percaya bahwa jika ingin melakukan perubahan, perlu ada banyak pemimpin bagus di tempat strategis. Meskipun prosedural demokrasi sudah berjalan baik, tetapi kontennya bergantung pada bagaimana orang ini berpikir dan bekerja. Menurutnya, ada tiga kesinambungan yang kait-mengait dalam transformasi kelembagaan, yaitu struktur, kebudayaan, dan orang-orangnya. Sudirman juga mengusulkan beberapa alternatif solusi yang bisa diperdebatkan, yaitu pendanaan parpol dengan APBN, penguatan kepemimpinan, pengembalian politik pada nilai luhurnya, dan ajakan kepada orang-orang baik untuk masuk politik.
Foto:
Penulis: APH