STH Indonesia Jentera bekerjasama dengan Hukumonline menyelenggarakan webinar bertajuk “RUU HPI dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional” pada Kamis (6/8/2020) melalui laman zoom meeting. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI, Tudiono, Partner Assegaf Hamzah & Partners sekaligus Pengajar STH Indonesia Jentera, Eri Hertiawan, Plt. Kasubdit Penegakan Hukum dan HAM Bappenas/Kementerian PPN RI, Tanti Dian Ruhama, dan Pengajar serta Ketua Bidang Studi Hukum Bisnis STH Indonesia Jentera, Muhammad Faiz Aziz, serta moderator Christina Desy yang merupakan Legal Research dan Analysis Manager Hukumonline. Webinar juga secara resmi dibuka oleh pemaparan keynote speaker yakni Pendiri STH Indonesia Jentera dan Hukumonline, Arief T. Surowidjojo.
Pada sesi pemaparan keynote speaker, Arief Surowidjojo menjelaskan bahwa perihal pembahasan Hukum Perdata Internasional (HPI) dalam satu undang-undang khusus, sebenarnya telah lama diwacanakan. Wacana tersebut meliputi bagaimana RUU HPI menjadi konstitusi yang mengatur iwhal keperdataan, baik hak maupun kewajiban, bagi subjek hukum di Indonesia.
Eri Hertiawan kemudian menjabarkan lebih luas urgensi pengundangan perihal HPI. Menurutnya, kondisi HPI di Indonesia saat ini kurang dapat difahami dan mengatur secara spesifik karena aturannya tersebar di banyak undang-undang. Aturan yang ada tersebut juga seringkali belum menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam praktek di pengadilan. Eri kemudian juga menegaskan, agar undang-undang perihal HPI nantinya dapat efektif menjawab masalah, maka perlu dilibatkan praktisi dalam proses penyusunannya sehingga dapat memberikan insight perihal praktik di lapangan.
Secara lebih lanjut, Aziz memberikan salah satu contoh aspek HPI yakni terkait ekonomi perbatasan. Relasi antara ekonomi perbatasan dengan aspek HPI diantaranya terkait perjanjian kerja, transaksi properti, perdagangan mikro kecil, perdagangan lintas batas dan e-commerce. Aziz menjelaskan bahwa kebutuhan UU HPI adalah untuk dapat memenuhi relasi ekonomi perbatasan dengan hubungan keperdataan WNI dan WNA dari sisi hukum dan forum.
Berbicara dari sudut pandang pemerintah, Tanti menjabarkan RPJMN 2020-2024 yang juga melakukan pembahasan arah kebijakan pembangunan bidang hukum, salah satunya perbaikan sistem hukum perdata. Ia menjelaskan bahwa upaya tersebut guna penyempurnaan hukum ekonomi untuk mendukung kemudahan berusaha.
Di bagian akhir diskusi, Tudiono menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan pembahasan RUU HPI akan selesai di tahun 2020. Tudiono kemudian juga merinci penjadwalan yang direncanakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI bahwa pada tahun 2020 ini naskah akademik RUU HPI ditargetkan selesai, sehingga dapat menjadi acuan penyusunan dan pembahasannya di tahun 2021. Apabila penjadwalan tersebut terealisasi dengan baik, maka pada 2022 telah dapat disahkan dan mulai diimplementasikan.