STH Indonesia Jentera bekerjasama dengan Lokataru Foundation dan Jurnal Perempuan menyelenggarakan Diskusi Publik bertajuk “Ketimpangan Gender dalam Kasus-Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum di Indonesia” pada Jumat (19/7/2019). Diskusi yang bertempat di Lounge STH Indonesia Jentera tersebut mengundang Pengajar STH Indonesia Jentera Anugerah Rizki Akbari, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar, dan Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan Atnike Nova Sigiro sebagai narasumber.
Sebagai pembuka, Atnike mendefinisikan secara normatif perempuan berhadapan dengan hukum yakni ketika ia bersentuhan dengan mekanisme hukum, baik sebagai korban, saksi atau pihak. Kaitannya dengan hal tersebut, mekanisme hukum belum dapat memberikan keadilan untuk perempuan yang tengah berhadapan dengan hukum. Keadilan gender ini kerap dirintangi oleh beberapa hal seperti relasi kuasa, yang mana perempuan kerap dilemahkan dalam relasi tersebut.
Atnike juga menambahkan bahwa keadilan gender belum dapat terwujud karena dua hal. Pertama, aparat penegak hukum belum memiliki perspektif gender, yang mana berimbas pada ketidakmampuan dalam membaca ketimpangan gender di masyarakat. Kedua, perempuan yang menjadi korban dalam mekanisme hukum kerap mengalami revictimisasi, kondisi di mana pada sebuah kasus perempuan tengah menjadi korban, namun malah menjadi objek pelaporan.
Haris Azhar dalam pemaparannya lebih menyoroti tantangan hukum pidana dalam kasus-kasus perempuan berhadapan dengan hukum sebagai persoalan HAM di Indonesia saat ini. Salah satu yang ia contohkan adalah bagaimana pola advokasi korban, yang dapat melihat persoalan hukum dengan lebih jeli. Ketika berhadapan dengan hakim dalam persidangan misalnya, seorang advokat dapat memanfaatkan kekayaan komponen hukum, seperti lembaga pengawas kinerja organisasi publik (Ombudsman misalnya), guna mendapatkan keadilan.
Eki kemudian mengulas peran pendidikan tinggi hukum dalam reformasi hukum pidana yang berkeadilan gender. Menurutnya, beberapa fokus yang perlu untuk diperhatikan kaitannya dalam keadilan gender adalah penangan kasus, proses legislasi dan menilai opini serta emosi masyarakat dalam sebuah kasus. Tantangan yang kerap muncul terkait hal tersebut adalah kurangnya pemahaman terhadap perspektif gender dan pemahaman perihal hukum pidana.