Salah satu topik perkuliahan yang dibahas dalam Mata Kuliah Hukum Anggaran Negara di STH Indonesia Jentera adalah tentang pengelolaan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dalam hukum positif masih dianggap mengelola uang negara. Secara khusus, terkait topik pengelolaan keuangan BUMN itu, Jumat, 20 Oktober 2017 di Kampus STH Indonesia Jentera, hadir pengajar tamu yang sudah malang melintang dalam pengelolaan BUMN. Ia adalah Faaris Pranawa, Kepala Divisi Hukum PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI).
Dalam kesempatan itu, ia mengajak mahasiswa untuk memahami lebih dalam bagaimana pengelolaan BUMN dilihat dari aspek sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah berupa penyertaan modal negara. Ia memulai dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan BUMN, bentuk-bentuk dan jenis-jenis BUMN. Kemudian ia menjelaskan tentang bagaimana mekanisme permodalan dan pembiayaan BUMN, termasuk bagaimana pula kekayaan negara bergerak di dalam sendi pengelolaan BUMN. Menurutnya, ada ruang perdebatan dalam hukum positif di Indonesia yang sejatinya justru membuat BUMN tidak leluasa menjalankan salah satu fungsinya, yaitu meraih keuntungan. Karena kerangka peraturan yang ada saat ini, khususnya berkaitan dengan definisi keuangan negara justru membuat BUMN serba salah karena ancaman pidana terhadap kerugian yang dialami oleh BUMN. Hukum yang berlaku saat ini, mengikat turunan keuangan negara hingga habis. Artinya segala macam kekayaan yang bersumber dari keuangan negara baik berupa uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang merupakan termasuk dalam kekayaan negara.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bagaimana skema pelaksanaan proyek-proyek yang dijalankan oleh BUMN, khususnya PT. SMI yang dalam hal ini bergerak di sektor pembiayaan infrastruktur dan 100% sahamnya dimiliki oleh Negara. Skema BUMN sendiri menurutnya cukup menarik karena pembentukan BUMN bisa juga memiliki perbedaan dari aspek penjaminan atas kerugian. PT. SMI untuk dapat lebih meningkatkan kemampuannya dalam memperoleh pendanaan, direncanakan akan dikonversikan menjadi Bank Pembangunan yang dijamin dan dipastikan tidak dapat dipailitkan. Hal ini karena PT. SMI bertugas untuk menjaga penjaminan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur yang digagas oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun tingkat daerah.
Tentu hal ini menjadi tantangan bagi pengelola BUMN, bagaimana agar terus berinovasi supaya dapat mencapai tujuan pembentukan meskipun sangat terbatas dari segi regulasi. Pengelola BUMN harus dapat memperhitungkan setiap aspek agar tidak menuai kerugian ketika memutuskan untuk melakukan investasi atau ekspansi perusahaan.(DMI)