dengan materi perkuliahan Hukum Internasional yang membahas tentang hukum humaniter, mahasiswa peserta mata kuliah hukum internasional STH Indonesia Jentera diajak untuk melakukan kunjungan dan diskusi ke kantor International Committee of Red Cross (ICRC) Delegasi Indonesia. Kunjungan ini tentu dilakukan untuk memahami lebih dalam tentang hukum humaniter dan perspektif serta posisi ICRC dalam hukum humaniter di dunia. Pengajar dan mahasiswa STH Indonesia Jentera diterima oleh Kushartoyo Budi Santoso selaku Lead Communication Officer ICRC Indonesia dan Rina Risman selaku Legal Advisor ICRC Indonesia.
Sesi dibuka dengan pengenalan Organisasi ICRC dan ICRC Indonesia kepada mahasiswa. Sesi pengenalan itu dibawakan oleh communication staff ICRC Indonesia, Ursula. Ia menjelaskan tentang sejarah pembentukan ICRC oleh Henry Dunant dan apa motivasi yang mendasari pembentukan ICRC melalui Konvensi Jenewa. Ia menjelaskan bahwa ICRC didirikan atas dasar keprihatinan terhadap penanganan korban perang pada saat itu. Ia juga menjelaskan sejarah pembentukan ICRC Delegasi Indonesia yang dimulai pada Tahun 1942 pada saat masa pendudukan Jepang. ICRC Delegasi Indonesia kemudian memiliki kantor secara resmi di Indonesia pada Tahun 1987 ketika Pemerintah Indonesia dan ICRC internasional menandatangani Headquarters Agreement. Semula ICRC Delegasi Indonesia ada di beberapa daerah, khususnya yang pernah ditetapkan sebagai daerah konflik, seperti Aceh, Timor, Ambon, dan Papua. Namun saat ini, ICRC Delegasi Indonesia hanya berkantor di Jakarta saja setelah menutup kantor sub-delegasinya di tempat-tempat itu. Hal ini dilakukan karena kondisi tanggap bencana dan konflik telah usai di daerah-daerah itu.
Setelah penjelasan tersebut, mahasiswa diajak untuk melihat dua film yang bercerita tentang sejarah pembentukan ICRC dan sepak terjang ICRC sebagai organisasi yang berusaha untuk menegakkan hukum humaniter di dunia.
Sesi kemudian dilanjutkan dengan materi tentang hukum humaniter yang disampaikan oleh Rina Risman selaku Legal Advisor ICRC Indonesia. Ia membuka dengan memberikan penjelasan tentang posisi ICRC dalam hukum humaniter, bahwa setiap lambang palang merah dan bulan sabit merah, merupakan lambang netral yang dapat masuk dan mengakses hampir seluruh wilayah di dunia yang sedang mengalami konflik. Tentu setelah melakukan koordinasi dengan otoritas setempat, jelasnya. Kemudian ia menjelaskan sejarah dan bagaimana hukum humaniter dalam pandangan negara-negara di dunia. Hukum humaniter merupakan salah satu hal penting dalam hukum internasional untuk menghindari jatuhnya korban-korban yang tidak berhubungan dengan aktivitas peperangan yang dilakukan oleh suatu negara. ICRC secara konsisten sejak berdirinya terus mendorong negara-negara untuk mematuhi Konvensi Jenewa dengan tujuan meminimalkan jumlah korban perang. Ia menjelaskan bagaimana ICRC melalui berbagai revisi Konvensi Jenewa mendorong tegaknya hukum humaniter dan hukuman bagi penjahat perang.
Sebagai penutup ia mengajak mahasiswa Jentera untuk terlibat dalam aktivitas ICRC melalui penelitian, lomba-lomba yang tiap tahun diadakan oleh ICRC, dan kegiatan volunteering. Menurutnya hal ini sangat penting karena dapat membuat mahasiswa memahami lebih dalam tentang hukum humaniter dan dinamikanya di tingkat internasional.