Erry Riyana Hardjapamekas (Pendiri STH Indonesia Jentera dan Mantan Komisioner KPK) didampingi Adil Surowidjojo (mahasiswa STH Indonesia Jentera dan mantan karyawan KPK) menjadi narasumber diskusi kelompok mahasiswa di kelas Tools for Combating Corruption di University of Washington, Seattle. Strategi pemberantasan korupsi di Indonesia kali ini didiskusikan oleh mahasiswa dari beberapa Negara, antara lain Changning Chen (China), Abdulrahim Hakimi (Afghanistan), Chanwoon Park (Korea Selatan), Guillermo Castillo (Chili), dan Gita Putri Damayana (Indonesia) yang terhubung melalui Skype di Kampus Jentera. Diskusi yang dilakukan pada 5 April 2016 itu merupakan salah satu studi kasus pemberantasan korupsi dari berbagai negara, seperti Uganda, Afghanistan, dan Korea Selatan.
Berikut cuplikan diskusi berbentuk tanya-jawab yang sudah dituangkan dalam bahasa Indonesia.
T : Bagaimana pemberantasan korupsi di Indonesia dilakukan?
J : Pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak lama, tetapi mulai menjadi bagian dari gerakan masif sejak Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dibentuk. UU KPK dibentuk karena dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk pemberantasan korupsi. Salah satu caranya adalah dengan pembentukan lembaga yang luar biasa; khusus melakukan pemberantasan korupsi. Selama ini, peran Kepolisian dan Kejaksaan dinilai tidak efektif dan efisien dalam pemberantasan korupsi.
T : Ada kabar bahwa ada konflik dalam hubungan antara Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK. Bagaimana Pak Erry menjelaskan hal ini?
J : Permasalahan utama dari konflik yang ada selama ini adalah masalah komunikasi. Setiap lembaga memiliki masa kepemimpinan yang berbeda dan waktu penggantiannya berbeda. Setiap kepemimpinan juga memiliki gaya kepemimpinan dan komunikasi yang berbeda. Hal itulah yang menjadi tantangan. Kepolisian dan Kejaksaan merasa di posisi yang sama karena keberadaan KPK seperti pengganti. Oleh karena itu, permasalahan komunikasi harus menjadi poin penting dalam koordinasi antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.
Sistem rekrutmen di KPK—yang berdasarkan prinsip-prinsip human resources development yang modern dan disesuaikan dengan kebutuhan strategis KPK—patut menjadi percontohan. Itu bukan hanya untuk sesama institusi penegak hukum, tetapi di sektor publik pada umumnya. Patut diperhatikan pula bahwa dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum, KPK merekrut penegak-penegak hukum dari Kepolisian dan Kejaksaan.
T : Bagaimana memastikan KPK bekerja secara independen?
J : Secara formal, KPK adalah lembaga independen yang tidak dapat dipengaruhi oleh lembaga lain mana pun. Dalam melaksanakan tugasnya, KPK juga memiliki kewenangan yang ‘extraordinary’, seperti kewenangan untuk melakukan penyadapan. Wewenang KPK dalam hal melakukan penyadapan adalah salah satu dari sejumlah hal yang sejak awal KPK mulai operasinya berusaha disanggah konstitusionalitasnya, terutama dari segi praduga tidak bersalah dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Hingga kini, sanggahan itu masih belum dapat menyembunyikan realitas bahwa permasalahan korupsi di Indonesia masih sistematis dan luar biasa sehingga kewenangan yang luar biasa di tangan KPK masih dibutuhkan.
T : Bisakah parlemen mereduksi kewenangan KPK?
J : Menurut aturan, DPR dimungkinkan untuk melakukannya dengan revisi UU KPK. Namun, praktiknya tidak mudah. Harus ada alasan yang jelas apa dasar DPR merevisi UU KPK itu. Selain itu, dukungan publik juga membantu dalam menyorot usaha revisi UU KPK yang mungkin tidak sepenuhnya mendukung proses pemberantasan korupsi di Indonesia.
T : Haruskah Indonesia mengadopsi perjanjian internasional untuk pemberantasan korupsi dalam jangka panjang?
J : Indonesia telah meratifikasi UNCAC pada 2006, tetapi yang menjadi permasalahan adalah kami masih belum mengubah sistem hukum berdasarkan perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi.
T : Indonesia adalah negara yang mayoritasnya muslim. Adakah keterkaitan antara peran pemuka agama yang mendorong dan menghambat pemberantasan korupsi?
J : Tidak ada keterkaitan antara agama dan pemberantasan korupsi. Penegakan hukum adalah permasalahan utamanya. Namun, dalam melaksanakan fungsi pencegahan, KPK juga melakukan sosialisasi dan pendidikan masyarakat kepada berbagai macam komunitas, termasuk komunitas di bidang keagamaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain reformasi birokrasi, reformasi sistem hukum, dukungan publik maupun media, dan kepemimpinan yang kuat di semua institusi yang bertujuan untuk pemberantasan korupsi
T : Dalam dua atau tiga tahun terakhir, adakah perubahan menonjol yang positif dari KPK?
J : Perlu dijelaskan bahwa strategi pemberantasan korupsi bukanlah strategi jangka pendek. Selalu ada perubahan di setiap periode kepemimpinan KPK. Publik memiliki harapan kepada komisioner yang baru terpilih untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
T : Apakah Anda melihat ada korupsi di KPK?
J : Selalu ada sisi baik dan sisi buruk dari setiap lembaga, termasuk di KPK. Kita tidak bisa menjamin tidak ada praktik korupsi di KPK. Namun, sistem yang ada di KPK membantu institusi itu mendeteksi dan memberantas praktik korupsi yang mungkin muncul. Hal itu juga berkaitan dengan sistem rekrutmen yang bersih dan ketat di KPK. Jadi, upaya pencegahan praktik korupsi di internal KPK sudah dimulai sejak awal.