Chandra menyampaikan bagaimana hukum pidana berfokus pada logika dan bahasa. Jika hukum pidana diartikan sebagai peraturan perundang-undangan saja, itu akan menimbulkan pemahaman yang salah. Dalam menafsirkan hukum yang tertulis dalam undang-undang, seorang ahli hukum harus dapat menggunakan logikanya dengan baik serta memahami tata bahasa yang baik. Dalam memutus perkara, hakim bukan hanya sebagai corong undang-undang, tetapi juga harus dapat menafsirkan peraturan yang berlaku dengan landasan logika yang runut dan memahami tata bahasa serta makna dari suatu frasa dalam peraturan perundang-undangan.
Tak hanya menjelaskan konsep kepada mahasiswa, ia juga menggunakan beberapa contoh kasus dan penerapan hukum pidana yang secara teori tidak tepat. Ia mengajak mahasiswa untuk berdiskusi dalam membahas beberapa kasus yang ia sebutkan. Beberapa contoh yang digunakan oleh Chandra antara lain kasus penyebaran konten pornografi yang melibatkan artis dan penghilangan hak politik bagi terpidana kasus korupsi. Kasus-kasus itu dikaitkan dengan penafsiran hukum terhadap pasal-pasal yang berhubungan.
Dengan menggunakan contoh kasus, mahasiswa diharapkan dapat memahami secara utuh bagaimana implikasi teori ketika dihadapkan pada praktik. Di akhir sesi, Chandra menegaskan kembali bahwa seorang ahli hukum tidak boleh hanya sekadar menghafal pasal dan peraturan, tetapi juga memahami tata bahasa dan memiliki kemampuan berlogika yang kuat.
Penulis: DMI
Editor: APH