Penyebaran informasi yang kian masif, menyuguhkan beragam berita yang kita butuhkan. Namun, berita yang beredar tidak semua bisa dipercaya kebenarannya dan tidak berdasar. Camaba pasti pernah mendengar mitos-mitos mengenai suatu jurusan tertentu. Jurusan Hukum misalnya, salah satu jurusan yang tidak lepas dari mitos-mitos tersebut. Kali ini, supaya meluruskan mitos-mitos itu untuk kamu. Apa saja, ya?
3 Mitos Kuliah Jurusan Hukum
1. Kuliah Hukum Harus Menghafal Pasal-Pasal dalam Undang-Undang
Ini adalah mitos yang paling sering beredar. Untunglah ini hanya mitos belaka! Mahasiswa hukum tidak perlu menghafal bunyi peraturan perundang-undangan, kok! Kalau ingin mengetahui bunyi pasal dalam sebuah peraturan, cukup dibaca aja undang-undang dan peraturan tersebut.
Selain akan sulit jika harus menghafal seluruh undang-undang dan peraturan yang ada di negeri ini, isi undang-undang dan peraturan juga selalu berubah. Kalau kita harus menghafal, bagaimana jika isi peraturan tersebut berubah? PR banget, kan!
Yang harus dikuasai oleh mahasiswa hukum adalah kemampuan berpikir kritis dan kemampuan analisis. Mahasiswa harus mengetahui dimana ia bisa menemukan aturan mengenai suatu hal, apa maksud dari aturan tersebut, apa kaitan antara aturan tersebut dengan aturan lainnya. Dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan analisis, maka ia bisa mengetahui bagaimana penerapan pasal-pasal tersebut dalam suatu kasus. Tercerahkan?
2. Lulusan Fakultas Hukum Hanya Bisa Menjadi Hakim, Jaksa atau Pengacara
Memang benar bahwa sebagian dari mereka yang kuliah di fakultas hukum bercita-cita menjadi pengacara, hakim atau jaksa. Namun, banyak profesi lain diluar ketiga profesi tersebut yang bisa dijalani oleh lulusan fakultas hukum, lho. Bekerja di divisi hukum suatu perusahaan misalnya, atau divisi hukum lembaga maupun instansi pemerintah.
Lulusan fakultas hukum juga dapat menjadi notaris, perancang peraturan, diplomat, peneliti, dosen, jurnalis, dan lainnya. Menjadi pengacara atau advokat juga masih terbagi lagi, ada yang menjadi advokat publik dan advokat yang bekerja di firma hukum. Advokat yang bekerja di firma hukum juga ada yang melakukan litigasi, yaitu beracara di pengadilan, adapula yang fokus menangani transaksi bisnis perusahaan atau korporasi.
Intinya, banyak pilihan profesi bagi lulusan fakultas hukum. Kalau nggak percaya, coba iseng buka lowongan kerja di internet, deh! Banyak banget yang membutuhkan lulusan hukum!
3. Jika Menjadi Hakim atau Jaksa bahkan Pengacara Akan Banyak Dosa dan Masuk Neraka
“Kalau menjadi hakim, jaksa, bahkan pengacara, nanti punya banyak dosa dan masuk neraka”. Apakah kamu sering mendengar pernyataan tersebut? Atau jangan-jangan justru kamu yang mendapat petuah tersebut? Duh, jangan mudah percaya, ya!
Harus diakui, bahwa korupsi memang masih marak di dunia peradilan di Indonesia. Sering kita membaca di media tentang hakim, jaksa atau pengacara yang ditangkap oleh KPK karena memberi atau menerima suap.
Namun, apapun profesi kita, peluang melakukan korupsi akan selalu ada. Apabila tekad kita kuat untuk tidak korupsi, maka kondisi lingkungan yang belum ideal seharusnya tidak menjadi halangan. Ini justru tantangan bagi kita untuk mengubah keadaan tersebut. Bayangkan jika semua yang jujur dan anti korupsi tidak mau masuk ke lingkungan tersebut dan berusaha mengubah keadaan, maka tentu kondisi tidak akan pernah berubah. Be the change you want to see!
Nah, tiga hal di atas setidaknya bisa meluruskan mitos-mitos yang beredar tentang Jurusan Hukum, ya. Apabila kamu siap menjadi pembaru hukum dan melakukan perubahan, maka Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera adalah sekolah yang tepat untuk kamu, nih.
Di Jentera, kamu akan dibekali dengan kemampuan berpikir kritis dan berbagai keahlian hukum sehingga kamu siap untuk berkontribusi dalam profesi yang akan kamu pilih kelak. Tidak sekadar menjalani profesi, namun aktif berkontribusi dalam profesi dan lingkungan untuk melakukan perubahan dan inovasi yang dibutuhkan.