Pelaksanaan anjuran untuk jaga jarak fisik atau physical distancing merupakan suatu upaya untuk memutus rantai penularan Corona Virus Disease 2019 (covid-19). Banyak negara telah menerapkan anjuran itu dengan mengimbau warganya mengisolasi diri, bahkan melarang kegiatan di luar rumah selama masa pandemi. Kota-kota besar seperti Shanghai, London, Roma, Paris, tiba-tiba seperti kota mati, lengang tanpa kendaraan, turis, maupun penjalan kaki. Tidak ketinggalan di Indonesia, pemerintah juga menggencarkan imbauan warga tinggal di rumah agar menghindari penularan virus corona.
Namun, tidak semua orang bisa mudah untuk tinggal di rumah dengan tenang selama pandemi covid-19. Warga miskin yang bekerja di sektor informal misalnya, mereka mengandalkan hidupnya dari penghasilan harian. Para pekerja informal menghadapi beban sangat berat dalam situasi seperti sekarang ini. Mereka kehilangan penghasilan, dirumahkan tanpa dibayar, atau sekalipun tetap bekerja di luar rumah (seperti pedagang atau pengemudi ojek), penghasilan yang didapat terus menurun.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Donris, seorang pedagang asongan di tempat wisata Ancol. “Saya tidak keberatan Ancol ditutup demi keselamatan banyak orang, tapi sekarang saya bingung karena tidak ada penghasilan lagi,” katanya.
Bagi orang seperti Donris, sulit untuk diam di rumah selama pandemi Covid-19 seperti orang lain yang beruntung bisa tetap memiliki gaji bulanan, ataupun tabungan yang cukup. Imbauan pemerintah untuk melakukan isolasi diri atau pembatasan sosial bak simalakama, antara menjaga keselamatan, atau menjaga agar tetap bisa makan.
Beranjak dari kenyataan di atas Guntoro, seorang mahasiswa dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, menggagas penggalangan donasi untuk membantu meringankan beban orang-orang yang bekerja di sektor informal.
Selain aktif kuliah di Jentera, Guntoro juga aktif di Urban Poor Consortium, sebuah lembaga yang telah lama melakukan pengorganisasian masyarakat miskin kota. Di kampus Jentera Guntoro merupakan seorang mahasiswa penerima Munir Said Thalib Scholarship, program beasiswa yang diperuntukkan bagi para aktivis. “Kuliah hukum di Jentera membuat saya semakin yakin, bahwa hukum seharusnya tidak hanya membatasi ataupun melarang, tapi juga memberdayakan,” ujar Guntoro.
Guntoro kemudian membuka kanal donasi melalui kitabisa.com sejak 22 Maret 2020, agar publik dapat berperan serta dalam membantu warga miskin di sektor informal. Hasil donasi publik akan disalurkan kepada warga miskin agar mereka bisa tinggal di rumah dengan tenang tanpa khawatir memikirkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
Dengan pengalaman dan jejaringnya, Guntoro mengkoordinasi dan menyalurkan donasi kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Dengan target Rp896 juta, donasi akan disalurkan kepada 800 keluarga di 40 wilayah komunitas rakyat miskin kota (perkampungan, PKL, dan becak) di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Targetnya, 800 keluarga tersebut dapat tinggal di rumah dengan tenang selama masa pandemi.
Hingga 1 April 2020 pukul 00.00 WIB penggalangan donasi telah mencapai Rp.205.379.100. Sebagian donasi yang terkumpul, yakni Rp112 juta telah disalurkan kepada 200 keluarga. Setiap keluarga itu menerima uang tunai sebesar Rp560 ribu untuk belanja kebutuhan pokok sehari-hari. Setelah menerima donasi tersebut, mereka yang sebelumnya masih bekerja, sepakat untuk libur dan tinggal di rumah sementara.