Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Osan Ramdan, Sanditya Ibnu Hapinra, dan Syakira Rimadita Gunawan berhasil meraih Juara III dalam Hukumonline Legal Opinion Competition 2023: Law, Technology, & Innovation yang diselenggarakan secara berjenjang dari 14 September hingga presentasi akhir pada 6 Oktober 2023. Kompetisi tersebut diikuti oleh 28 mitra university solutions Hukumonline.
Dalam babak penyisihan, Jentera tergabung dalam Grup A bersama dengan 9 tim lainnya. Tim Jentera menganalisis dan menyiapkan opini hukum serta memaparkan dan menjawab pertanyaan juri seputar penyebarluasan data pribadi dan pencemaran nama baik.
Setelah dinyatakan lolos dari babak penyisihan, Tim Jentera berkompetisi dengan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Singaperbangsa, dan Universitas Jember. Pada babak final, tim Jentera membawakan opini hukum dengan isu terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam kasus eksploitasi ciptaan dalam bentuk penjualan NFT.
Salah satu anggota delegasi, Sanditya Ibnu Hapinra menuturkan bahwa keikutsertaannya pada lomba opini hukum tersebut memberikan pengalaman sekaligus tantangan yang baru. Para peserta dihadapkan pada beberapa isu dan fenomena hukum aktual secara rechtvacuum atau kekosongan hukum. Sebagai contoh, yakni fenomena Non-Fungible Token (NFT), blockchain, dan cryptocurrency yang praktiknya berkembang sangat masif di tengah masyarakat namun belum diikuti dengan regulasi untuk mengatur prosesnya.
“Untuk menganalisis fenomena-fenomena terkini tersebut, kami cenderung melakukan terobosan atau penemuan hukum berbasis konsep dasar dan logika hukum yang berdasar pada pendapat ahli dan peraturan yang sudah ada, sebagaimana yang telah kami pelajari di Jentera”, ungkap Ibnu.
Ibnu kemudian menjabarkan, permasalahan utama dalam perkembangan NFT adalah terkait dengan kepemilikan hak cipta. Pada dasarnya, NFT merupakan format aset digital berbentuk serangkaian kode unik dalam blockchain yang dihasilkan dari suatu karya. Hingga saat ini, belum ada regulasi di Indonesia yang mengaturnya, terutama terkait dengan hak cipta. Oleh karena itu, untuk menentukan kepemilikan hak cipta, Ibnu dan tim berfokus pada konsep pokok NFT dan peraturan yang telah ada, yakni sejatinya NFT adalah hasil dari perubahan format, penggandaan, dan transformasi dari karya sebelumnya (prior art) sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta. Dengan demikian, hak cipta dalam NFT melekat pada pencipta prior art.
Ibnu juga menyampaikan bahwa atmosfer kompetisi berlangsung sangat ketat. Jentera harus bersaing dengan beberapa kampus terbaik dengan para peserta yang sangat berkualitas. Baik di babak penyisihan hingga final, para peserta dituntut untuk cermat dalam menganalisis kasus dan menyampaikan argumentasi hukum secara rasional dan berdasar. Namun dalam kompetisi yang ketat tersebut, Ibnu dan tim berusaha untuk tetap menikmati setiap prosesnya karena dukungan dari teman-teman dan terutama dosen pembimbing.