Berkomunikasi adalah tentang mendengarkan. Dengan mendengar, kita tengah mengapresiasi lawan bicara sekaligus menganalisis dan mempersiapkan respon yang efektif. Di tingkatan yang lebih tinggi, terdapat istilah critical listening yang tidak hanya sebagai proses mendengar dengan cermat dan menganalisis, namun hingga memvalidasi dan mengevaluasi informasi yang disampaikan oleh lawan bicara. Intinya, pendengar yang baik adalah kunci untuk menjadi komunikator yang efektif.
Hal tersebut ditegaskan oleh pembawa berita Liputan 6 SCTV, Azizah Hanum dalam Kelas Inspirasi bertajuk “Seni Berkomunikasi, Kemampuan Penting Masa Kini” pada Senin (22/5/2023) di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Kelas Inspirasi merupakan program tematik untuk membekali mahasiswa Jentera dengan penguasaan pengetahuan, perspektif, dan kemampuan di luar bidang hukum yang relevan dan aktual.
Hanum yang memiliki latar belakang pendidikan dan karier di bidang jurnalistik kemudian banyak berbagi perihal strategi berkomunikasi guna mendapat impresi dan mendorong persuasi serta advokasi. Selain mendengar dengan baik, komunikasi yang efektif dapat dibangun dengan beberapa kemampuan seperti berbicara, berbahasa tubuh, menulis, bernegosiasi, dan berjejaring. Menurut Hanum, beberapa kemampuan tersebut dapat saling memengaruhi dan menguatkan kita dalam berkomunikasi dan mencapai tujuan komunikasi tersebut.
Dalam berkomunikasi, kemampuan berbicara diperlukan untuk memberikan timbal balik atas informasi yang didapat. Hanum menjelaskan, diperlukan proses observasi terhadap lawan bicara agar dapat mengetahui karakteristik dan menyiapkan pilihan kata serta sikap ketika berbicara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berbicara adalah pilihan kata, nada, intonasi, tempo, dan jeda. Ihwal tersebut menjadi modal komunikator untuk membangun suasana berkomunikasi yang menarik, sehingga proses pertukaran informasi dapat dicapai dengan efektif.
Saat berbicara, Hanum juga menjelaskan tentang pentingnya berbahasa tubuh. Ia menambahkan, beberapa bagian tubuh memiliki peran untuk mendukung kita dalam menyampaikan sesuatu. Mimik muka, tatapan mata, gerakan tangan, dan gestur lain menjadi elemen penting dalam berbicara, terutama pada situasi formal. Bahasa tubuh berperan dalam membangun kesan terhadap lawan bicara sehingga proses berkomunikasi menjadi kian hidup dan dinamis.
Pada pembahasan tersebut, Hanum kemudian mengajak para peserta untuk duduk berhadapan dan melakukan tes tatapan mata. Dengan praktik tersebut, para peserta dilatih untuk melihat respon lawan bicara dalam proses berkomunikasi. Salah satu peserta, Renie Aryandani, mengungkapkan bahwa dengan tatapan mata ia berupaya untuk mengenal lebih jauh kesan lawan bicara, sehingga dapat menentukan sikap sebelum memberikan timbal balik.
Beberapa kemampuan lain yang tidak kalah penting untuk dikuasai oleh komunikator adalah menulis, bernegosiasi, dan berjejaring. Menurut Hanum, kemampuan menulis menjadi modal untuk mempersiapkan tata bahasa sehingga dapat disampaikan dengan rapi, jelas, dan runtut. Kemampuan bernegosiasi adalah seni meyakinkan orang lain, yang dibangun dari penguasaan materi, kemampuan menyampaikan tujuan yang dapat menarik minat, dan kemampuan untuk mendorong adanya kesepakatan. Kemampuan bernegosiasi sangat diperlukan dalam proses persuasi dan advokasi. Terakhir, kemampuan berjejaring yang menjadi standar kematangan para komunikator. Dengan luasnya jaringan, seorang komunikator telah melewati berbagai situasi dalam berkomunikasi sehingga semakin adaptif, matang, dan efektif.