Mencetak lulusan berkualitas untuk menjadi corporate lawyer andal bukan monopoli kampus hukum ternama. Kampus hukum baru pun punya peluang besar dengan syarat tertentu.
Masuk ke kampus terfavorit menjadi impian semua pelajar sekolah menengah atas. Termasuk juga kampus hukum terfavorit bagi mereka yang bercita-cita menjadi corporate lawyer. Sayangnya, tak semua impian ini terwujud karena ada seleksi ketat untuk masuk ke kampus hukum terfavorit. Banyak peserta ujian tidak berhasil lolos menjadi mahasiswa di kampus-kampus tersebut. Lalu masihkah ada peluang bagi mereka untuk kelak berkarier di berbagai firma hukum besar Indonesia?
Kuntum Apriella Irdam, partner pada firma hukum SIAR (Siahaan Irdamis Andarumi & Rekan), -salah satu firma hukum responden- mengatakan kepada Hukumonline bahwa pada dasarnya selalu ada peluang bagi lulusan dari kampus hukum manapun untuk berkarier di firma hukum besar.
Ia mengakui bahwa nama besar kampus dari almamater pelamar saat rekrutmen di firma hukum memang memiliki pengaruh. Kenyataan bahwa memasuki kampus terfavorit harus melewati saringan ketat membuat firma hukum besar memberikan poin tambahan bagi lulusannya. Terlebih lagi ada dukungan dari jaringan alumni kampus-kampus tersebut yang sudah lebih dulu berkarier di berbagai firma hukum besar.
“Di kampus-kampus besar beruntung karena ada jejaring alumni dan nama kampus, saringan input pun sudah ketat,” katanya yang akrab disapa Ella ini.
Namun begitu, nama besar kampus bukan menjadi parameter utama. Menurutnya kampus hukum baru sekalipun bisa menghasilkan lulusan yang memenuhi standar di firma hukum besar. “Banyak rekan saya di firma hukum sebelumnya lulusan dari kampus swasta, mereka juga bagus-bagus. Kampus baru juga punya peluang, di kantor saya ada mahasiswa magang yang bagus kualitasnya, dari kampus hukum Jentera,” kata Ella menyebutkan sebuah nama kampus hukum baru di Jakarta.
Menurut Ella, tantangan kampus hukum baru seperti Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera adalah membuktikan kualitas lulusannya tidak hanya dari nilai ijazah tinggi namun juga keterampilan praktik serta softskill. Tak boleh ketinggalan juga, salah satu syarat mutlak berkarier corporate lawyer yaitu penguasaan bahasa asing yang baik minimal bahasa Inggris.
“Peluang besar untuk masuk firma hukum itu saat wawancara, banyak lulusan dengan IPK tinggi gagal karena canggung saat wawancara studi kasus,” kata Ella melanjutkan.
Oleh karena itu, Ella mengusulkan, agar berbagai kampus hukum meningkatkan metode pembelajaran dengan studi kasus dan workshop. Tema seputar hukum bisnis pun harus diprioritaskan jika ingin membantu lulusannya untuk memiliki kualifikasi corporate lawyer.
Persaingan soal pengetahuan hukum bagi lulusan sarjana hukum menurut Ella sudah tidak lagi menjadi persoalan utama karena sumber ilmu pengetahuan hukum tidak bergantung dengan kampus hukum. Justru softskill seperti kemampuan berpikir kritis, kemampuan bekerjasama dalam tim yang menjadi nilai kompetitif. Kampus-kampus hukum baru bisa ikut bersaing untuk membekali lulusannya dengan softskill ini.
“Apalagi kelemahan millenial sekarang maunya instan, malas baca, riset lemah, padahal berbagai regulasi saling berkaitan, terlalu mengandalkan hasil googling singkat saja, perlu diperbaiki sikap ini,” jelas dia.
Ella menilai titik lemah kampus-kampus terfavorit yang sudah memiliki nama besar cenderung tidak memberi pembekalan softskill pada mahasiswanya secara terstruktur. “Makanya mahasiswa juga harus aktif di agenda-agenda pengembangan softskill,” pesannya.
Tautan sumber: hukumonline.com
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5af1f08ba7604/kampus-hukum-baru-juga-bisa-hasilkan-lawyer-berkualitas
Diakses pada tanggal 14 Mei 2018