Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Amnesty International Indonesia, Kelompok Kerja Indonesia-Belanda untuk Keadilan dan Pembangunan, dan Institut Van Vollenhoven dari Leiden Law School menyelenggarakan diskusi bertajuk “Peluang Penghapusan Impunitas di Indonesia” pada Kamis (2/6/2022) secara daring. Diskusi ini adalah edisi penutup dari rangkaian Seri Webinar: Memahami dan Mengurai Impunitas di Indonesia, setelah sebelumnya menyelenggarakan diskusi bertema Memahami Impunitas di Indonesia, Impunitas dalam Sistem Hukum Indonesia, Aspek-aspek Nonhukum dari Impunitas, dan Strategi Melawan Impunitas.
Asisten Deputi Koordinasi Perlindungan dan Pemajuan HAM pada Kemenkopolhukam, Rudy Syamsir, membuka diskusi dengan sanggahan terhadap pendapat yang menyebutkan bahwa pemerintah melanggengkan impunitas pada kasus pelanggaran HAM berat. Dengan segala macam tantangan dan hambatan, pemerintah tetap berupaya untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
“Terkait dengan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia yang jumlahnya cukup banyak dan masih banyak yang belum terselesaikan, itu bukan suatu keinginan dari pemerintah untuk tidak menyelesaikan persoalan-persoalan ini”, tegasnya.
Rudy kemudian menjabarkan hal-hal yang menjadi hambatan dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dari sudut pandang mekanisme yudisial. Beberapa di antaranya adalah ketersediaan alat bukti yang belum mencukupi sehingga proses penyelidikan tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh kejaksaan, pencarian alat bukti terkendala peristiwa yang sudah berlangsung cukup lama dan tempat perkara yang sudah banyak berubah, dan penyelidikan bersifat projustitia sehingga memerlukan izin dari ketua pengadilan.
Jaksa Agung Republik Indonesia 1999-2001, Marzuki Darusman, menilai bahwa proses pengadilan terhadap kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia berjalan dengan lamban. Keterlambatan tersebut yang kemudian memunculkan permasalahan impunitas yang sangat problematik dan kesan bahwa pemerintah serta negara abai terhadap permasalahan tersebut.
“Ini terjadi karena masalah pelanggaran HAM itu kalau tidak ditangani segera pada saat transfer kekuasaan, maka dia akan berkembang menjadi persoalan yang cenderung tidak dipandang sebagai prioritas lagi oleh negara kalau tidak diingatkan terus menerus oleh gerakan masyarakat sipil,” tegasnya.
Marzuki menambahkan bahwa persoalan impunitas tidak hanya dapat diselesaikan melalui mekanisme hukum, tetapi juga mekanisme politik. Kepentingan politik kerap menjadi hambatan dalam upaya pengungkapan pelanggaran HAM berat hingga merintangi proses pengadilan terhadap aktor intelektual yang bertanggung jawab.
Senada dengan Marzuki, Direktur Asia Justice and Rights (AJAR), Galuh Wandita mengingatkan bahwa impunitas muncul karena kegagalan negara dan pemerintah untuk serius dalam memenuhi kewajibannya pada upaya penyelidikan terhadap pelanggaran HAM, pengambilan langkah hukum bagi para pelaku, pemulihan yang efektif untuk para korban, dan pencegahan agar kasus serupa tidak terulang. Terutama terkait hak korban, Galuh menegaskan bahwa negara dan pemerintah perlu memperhatikan butir prinsip PBB guna melawan impunitas yakni kebenaran, keadilan, pemulihan, dan jaminan kasus tidak terulang.
Narasumber terakhir, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia sekaligus pengajar Jentera, Usman Hamid menjelaskan beberapa faktor mengapa praktik impunitas masih terjadi secara masif di Indonesia. Negara dan pemerintah masih terjebak pada praktik impunitas karena tidak ada perubahan yang mendasar pada aktor politiknya. Tokoh-tokoh yang diduga menjadi dalang pada kasus pelanggaran HAM, masih terlibat aktif dalam lingkaran kekuasaan. Usman menambahkan, kebijakan oleh rezim terkini yang sangat terfokus pada pembangunan fisik ditambah dengan penguatan pemikiran nasionalisme yang sempit yang difabrikasi oleh aktor-aktor politik turut melanggengkan praktik impunitas hingga saat ini.
Diskusi yang dimoderatori oleh jurnalis, Ati Nurbaiti bertujuan untuk mendukung upaya berbagai pihak dalam mengatasi masalah impunitas di Indonesia. Diskusi ini dapat disaksikan ulang di kanal YouTube STH Indonesia Jentera.