Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menyelenggarakan sekaligus menjadi tuan rumah kegiatan Penataran Dosen Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Kegiatan yang berlangsung sejak Selasa, 17 Juli 2018 ini dihadiri oleh sekitar 50 dosen hukum pidana dan hukum acara pidana dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kegiatan dibuka oleh Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. selaku ketua panitia dilanjutkan sambutan oleh Wakil Dekan FHUI, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H.. Kegiatan ini bertujuan untuk peningkatan kapasitas dosen dalam diskursus perkembangan hukum pidana dan hukum acara pidana.
Penyampaian materi pertama kali mengenai diskursus asas legalitas oleh Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A memantik diskusi peserta pelatihan. Dalam uraiannya, asas legalitas memiliki beberapa tujuan sebagai peringatan, kepastian hukum, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), pencegahan penyalahgunaan kewenangan, dan pencegahan kriminalisasi oleh komunitas politik. Dalam kerangka hukum pidana di Indonesia, asas legalitas secara tegas dicantumkan dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Apabila ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan.
Perkembangannya, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) terakhir memuat ketentuan pengecualian atas asas legalitas. Pengecualian ini mengatur bahwa ketentuan asas legalitas tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini memungkinkan seseorang dapat dituntut karena keberlakukan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat.
Pengaturan tersebut tentu menimbulkan ketidakjelasan terutama mengenai penentuan delik adat yang masih diakui, disparitas penerapan hukum, dan multi-interpretasi tentang living law itu sendiri. Bidang Studi Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menemukan bahwa ketentuan RKUHP justru kontraproduktif dengan upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) karena munculnya ketidakadilan karena potensi penghukuman seseorang tanpa mengaturnya terlebih dulu sebagai tindak pidana. Ulasan lebih lengkap dan lebih dalam kritik atas pengecualian asas legalitas mengenai buku Membedah Konstruksi Buku 1 Rancangan KUHP yang akan segera terbit di tengah-tengah Anda.