Dalam sidang komite, Kahfi –sapaan akrabnya- berperan sebagai diplomat delegasi Federal Republic of Nigeria yang tergabung dalam United Nations Human Rights Council (UNHRC) yang membahas isu Modern Slavery. Dalam argumentasinya, ia menolak adanya perbudakan gaya baru dengan menekankan perlunya keberadaan binding convention dan legal framework yang baru, mengingat Palermo Protocol yang digunakan sebagai dasar hukum penghapusan perbudakan internasional sudah tidak lagi mampu mengakomodir kebutuhan zaman dan tidak mampu mengatasi masalah perbudakan di dunia.
Menurutnya, secara umum hampir seluruh delegasi dari berbagai negara memiliki sudut pandang yang sama terhadap perbudakan gaya baru, yaitu menolak. Namun, tidak semuanya memilik kesepahaman dalam menentukan cara terbaik untuk memeranginya. Baginya, hal itu yang menjadikan kompetisi MUN menjadi sangat menarik jika dibandingkan dengan kompetisi lainnya seperti lomba debat hukum atau lomba contract drafting. “Jika di perlombaan lainnya kita harus bekerja sama dengan rekan satu tim yang berasal dari kampus yang sama, maka di MUN kita harus bisa bernegosiasi dan bekerja sama dengan peserta dari kampus lain untuk membuat satu blok dan memenangkan konferensi”, ujarnya.
Kahfi mengungkapkan bahwa dasar ilmu hukum yang dipelajarinya sangat membantu untuk dapat mengikuti kompetisi MUN. Ia berharap semoga ke depannya akan semakin banyak mahasiswa STH Indonesia Jentera mengembangkan kemampuan dan kompetensi dengan mengikuti kompetisi sejenis. (DMI)