Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menyebabkan terjadinya perubahan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini terjadi karena dalam undang-undang itu disebutkan jenis ketentuan peraturan baru dalam bentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa. Aktivitas Anna Sinaga di Badan Restorasi Gambut Indonesia membawanya banyak bersentuhan dengan jenis peraturan baru itu, khususnya berkaitan dengan pengelolaan dan restorasi lahan gambut di Indonesia. Ia memberikan kuliah mengenai peraturan tingkat desa dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia kepada mahasiswa semester 3 (tiga) peserta Mata Kuliah Ilmu Perundang-undangan, STH Indonesia Jentera pada hari Rabu, 11 Oktober 2017.
Anna menjelaskan perihal pengalamannya bersentuhan dengan perancangan peraturan desa pasca disahkannya UU Desa, kasus paling umum yang paling sering ia tangani adalah peraturan desa berkaitan dengan pengelolaan lahan gambut di berbagai daerah. Ia menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat hierarki peraturan perundang-undangan yang mana peraturan dengan hierarki lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang memiliki hierarki lebih tinggi. Hal itu juga berlaku bagi Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa. Menurutnya, sebagaimana diatur dalam UU Desa, Pasal 69 ayat (2) mengatur bahwa jenis-jenis peraturan itu dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Ia memberikan contoh misalnya dalam pengelolaan lahan gambut, maka peraturan desa yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan instruksi dan pedoman pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan lahan gambut di Indonesia. Ia juga menjelaskan bagaimana mekanisme pembentukan suatu peraturan daerah dan bagaimana hubungannya dengan pelaksanaan dan pembatalannya. Suatu peraturan desa haruslah melalui mekanisme musyawarah desa, hal ini tentu harus didorong pelaksanaannya agar instrument peraturan tingkat desa ini tidak menjadi alat kesewenang-wenangan, karena pembentukan daerah-daerah kecil seperti desa ini selalu berpotensi untuk melahirkan “raja-raja kecil” yang akhirnya menyebabkan masyarakat tidak terpenuhi kebutuhannya dan tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.
Selain membahas tentang hierarki peraturan tingkat desa, ia juga menceritakan sedikit banyak tentang bagaimana praktik dan kondisi pengelolaan lahan gambut di Indonesia saat ini. Ia juga menjelaskan alasan ilmiah yang menyebabkan banyak pemilik lahan lebih memilih untuk melakukan pembakaran lahan agar lahan gambut dapat berfungsi secara ekonomis. Untuk menutup, ia menegaskan dengan adanya peraturan tingkat desa ini maka mahasiswa hukum perlu belajar dan memahami. Karena dalam tataran praktik, peraturan tingkat desa ini sudah banyak digunakan khususnya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya desa.