Sudah biasa, STHI Jentera mengundang tokoh hukum dalam pembuka perkuliahan untuk berbagi ilmu, pengalaman, sekaligus menginspirasi para mahasiswa. Dalam mata kuliah Ilmu Perundang-undangan, perkuliahan diawali oleh Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. yang dikenal sebagai ahli hukum konstitusi dan perundang-undangan di Indonesia. Keahliannya itu teraktualisasi dari berbagai pengalamannya sebagai anggota DPR periode 1999—2002, advokat pada 2004—2010, dan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013—2015. Lengkaplah pengalaman Hamdan Zoelva sebagai pembentuk undang-undang, pemohon pengujian konstitusionalitas undang-undang, dan pembatal undang-undang yang inkonstitusional.
Hamdan memantik gairah mahasiswa untuk mempelajari ilmu perundang-undangan dengan judul kuliah “Masalah Perundang-undangan.” Ia mengawali materi dengan menjelaskan bahwa pembentukan undang-undang merupakan proses politik. Artinya, semua RUU yang diinisiasi oleh Presiden, DPR, dan/atau DPD dibahas dalam ruang politik dan perdebatan di DPR, mulai dari penjelasan oleh lembaga pengusul sampai pemuatan dalam lembaran negara. Dalam hal itu, prinsip demokrasi harus diperhatikan. Implementasinya terlihat dalam keharusan untuk melibatkan stakeholders, kelompok terkait, dan publik pada tahap inisiasi, pembahasan, serta sosialisasi. Prinsip itulah yang menurut Hamdan diabaikan pada era orde baru sehingga masyarakat sulit mendapatkan akses infomasi dan memberikan aspirasi dalam pembentukan undang-undang. Namun, dengan semangat reformasi, permasalahan perundang-undangan itu dapat diselesaikan melalui pengaturan wajibnya partisipasi publik dalam setiap pembentukan undang-undang di tingkat nasional ataupun daerah.
Permasalahan perundang-undangan yang sampai saat ini masih perlu menjadi perhatian adalah kajian akademik. Menurut Hamdan, naskah akademik RUU setidaknya harus memberikan penjelasan mengenai studi falsafah, teori hukum (pendekatan tujuan dan kegunaan hukum), sosiologi, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Pendekatan akademik akan mewujudkan ruang diskusi yang menjelaskan rasionalisasi setiap norma secara ilmiah sehingga bisa meminimalisasi kepentingan politik yang menguntungkan orang atau kelompok tertentu saja. Selain itu, kajian akademik dapat mengidentifikasi sinkronisasi norma secara vertikal ataupun horizontal untuk menciptakan kepastian hukum dan sifat holistik dari norma.
Hamdan Zoelva menekankan bahwa pembentukan norma harus sesuai dengan asas pembentukan dan asas materi muatan yang baik, khususnya asas validitas—prosesnya sudah benar—dan asas kedayagunaan—memang dapat berlaku di masyarakat. Sebelum menutup kuliahnya, Hamdan juga mengingatkan bahwa, “Hukum itu merupakan produk zaman, ketika zaman berubah, maka hukum juga bisa berubah.” Untuk itu, hukum juga harus senantiasa bisa merespons perkembangan dan kebutuhan zaman.
Penulis: M. Reza Winata |